Rabu, 09 September 2020

Skala Kerawanan Pengalaman Kerawanan Pangan (Food Insecurity Experienced Scale/FIES)

Berdasarkan BPSKetidakmampuan seseorang dalam mengakses pangan dapat dilihat dari pengalaman. Kondisi ini umum terjadi pada tingkat sosial ekonomi dan budaya yang berbeda. Skala pengalaman ini berkisar dari ketidakmampuan untuk mendapatkan makanan dalam jumlah yang cukup, ketidakmampuan untuk mengkonsumsi makanan yang berkualitas dan beragam, terpaksa untuk mengurangi porsi makan atau mengurangi frekuensi makan dalam sehari, hingga kondisi ekstrim merasa lapar karena tidak mendapatkan makanan sama sekali. Kondisi seperti ini menjadi dasar untuk membuat skala pengukuran kerawanan pangan berdasarkan pengalaman. Dengan metode statistik tertentu, skala ini memungkinkan untuk menganalisa prevalensi kerawanan pangan secara konsisten antar negara. Tingkat keparahan kondisi kerawanan pangan yang diukur melalui skala ini dapat langsung menggambarkan ketidakmampuan rumah tangga atau individu dalam mengakses makanan yang dibutuhkan secara reguler.

Skala FIES ini berfungsi untuk mengukur persentase individu di populasi secara nasional yang memilliki pengalaman atau mengallami tingkat kerawanan pangan sedang atau parah, setidaknya sekali dalam 12 bulan terakhir. BPS memasukkann indikator FIES ini dalam survei nasional guna memperlihatkan perbedaan tingkat kerawanan pangan berdasarkan pengalaman dalam mengakses pangan. BPS dalam melakukan survey sudah mengacu kepada standar petanyaan yang ada di SDG's. Narasi pertanyaan untuk mengukur skala FIES tersebut diantaranya:

fies susenas

Dari hasil surve, diperoleh data Skala FIES Indonesia adalah sebagai berikut:

Prevalensi Prevalensi Penduduk Dengan Kerawanan Pangan Sedang Atau Berat, Berdasarkan Pada Skala Pengalaman Kerawanan Pangan 
201720182019
Prevalensi8,666,865,42

Sumber: Susenas

Menariknya, jika diperhatikan dari daftar pertanyaan tersebut diatas ada beberapa pertanyaan yang cenderung untuk menjawab ya, sesuai kajian yang yang dillakukan oleh Herlina, Bagus Sartono dan Budi Susetyo. Secara lengkap kajian tersebut bisa dilihat di repository.ipb.ac.id. Berdasarkan hasil kajian tersebut, disarankan perbaikan kalimat survey yang membentuk butir agar dipahami sama oleh berbagai karakteristik rumah tangga. 


RPJMN 2020-2024

Indikator FIES ini sudah diadopsi dalam RPJMN 2020-2024, dalam program prioritas Peningkatan Ketersediaan, Akses dan Kulitas Konsumsi Pangan. Dengan target capaiannya tahun 2020 sebesar 5,2 dan Tahun 2024 sebesar 4,2. Indikator ini masuk diurusan pangan dan pertanian, kemungkinan pendelegasian tanggungjawab untuk indikator ini kepada Kementerian Pertanian. Kemudian, dalam renstra 2020-2024 Kementan dimasukkan sebagai indikator tujuan.

Yang menjadi pertanyaan besar, siapakah atau instansi K/L mana saja yang seharusnya mengambil indikator ini sebagai key perfomance index nya sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya. Ada beberapa hal pertanyaan sesuai survey yang bisa membantu untuk cascade kepada K/L yang terkait, pertanyaan tersebut diantaranya:

1. Apabila ada orang yang khawatir tidak akan memiliki cukup makanan karena kurangnya uang atau sumber daya lain, siapakah instansi yang bertanggungjawab?

2. Apabila ada orang tidak mampu menyantap makanan sehat dan bergizi karena kurang uang atau sumber daya lain, siapakah yang bertanggungjawab?

3. Apabila ada orang dalam setahun terakhir hanya menyantap sedikit jenis makanan karena tidak punya uang, siapakah yang bertanggungjawab?

4. Apabila ada orang yang setahun terakhir melewatkan satu waktu makan pada satu hari karena tidak punya uang, siapa yang bertanggungjawab?

5. Apabila selama setahun terakhir, makan lebih sedikit dari biasanya karena tidak punya uang, siapa yang bertanggungjawab?

6. Apabila ada rumah tangga yang kehabisan makanan karena kurangnya uang, siapa yang bertanggungjawab?

7. Apabila ada orang setahun terakhir ini, merasa lapar tapi tidak makan karena tidak punya uang, siapa yang bertanggungjawab?

8. Apabila dalam setahun terakhir, ada orang tidak makan seharian karena kurangnya uang, siapa yang bertanggungjawab?

Dari menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka bisa dilihat siapa/instansi apa yang paling punya wewenang untuk mengentaskan kemiskinan dan langsung memberikan bantuan kepada per orang atau rumah tangga untuk mampu membeli/mengkases pangannya. 

Apabila indikator FIES ini didelegasikan ke Kementerian Pertanian, maka apakah Kementan punya fungsi, tugas dan wewenang untuk langsung mengintervensi per orang atau rumah tangga agar bisa atau mampu membeli/akses pangan?

Inilah pentingnya membedah indikator dan formulanya termasuk pertanyaan-pertanyaan dalam surveynya. Maka, menurut pendapat saya, indikator ini akan efektif jika diemban oleh setiap kepala pemerintahan baik pusat maupun daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). Untuk K/L yang harus aktif terlibat yaitu kementerian yang punya kewenangan langsung dalam akses memberikan bantuan langsung kepada fakir miskin yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya (membeli/akses pangan). Pengentasan kemiskinan menjadi kunci dalam penanganan kerawanan pangan ini. No left behind, semua harus terlibat dalam pengentasan kemiskinan sehingga tidak ada satu orang atau rumah tangga yang tidak mampu akses pangan (kelaparan) karena kurang uang atau tak mampu membelinya.









0 comments:

Posting Komentar