Oleh: Tri Wahyu Cahyono
BPS telah merilis nilai laju pertumbuhan lapangan usaha
triwulan pertama di Tahun 2021. Meskipun belum mencapai nilai sebelum pandemi
(Tahun 2019), lapangan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan memberikan
pertumbuhan positif dengan laju pertumbuhan 2,95% (YoY). Tanaman pangan tumbuh
sebesar 10,3 % didorong oleh peningkatan luas panen yang didukung oleh cuaca
yang kondusif untuk panen raya. Tanaman hortikultura tumbuh 3,02% dengan
didorong peningkatan produksi buah dan sayur. Peternakan juga mengalami kenaikan
2,48% didukung oleh naiknya permintaan domestik terhadap komoditas produksi ayam
dan telur. Dan perkebunan dengan didukung naiknya harga sawit mampu tumbuh
hingga 2,17%. Pertanian kembali menjadi andalan terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia ketika menghadapi pandemi covid-19. Hal ini menunjukkan transformasi
ekonomi dari sektor pertanian menuju industri belum terjadi secara sempurna
sebagaimana negara-negara maju seperti Amerika dan Jepang. Share PDB pertanian
terhadap ekonomi nasional sebesar 13,70% dengan distribusi tenaga kerja sektor
pertanian sebesar 29,76%.
Bila dilihat dari struktur ekonomi pengeluaran dan spasial. Perekonomian
Indonesia masih sangat ditopang oleh konsumsi Rumah Tangga sebesar 57,66% dan
diikuti oleh pembentukan modal tetap bruto sebesar 31,73% dan ekspor sebesar
17,17%. Secara spasial, struktur ekonomi masih didominasi oleh provinsi di Pulau
Jawa sebesar 58,75% dan Sumatera 21,36%. Di era pandemi ini, semua pulau
mengalami pertumbuhan ekonomi negatif kecuali Sulawesi, Maluku dan Papua. Petani
sebagai salah satu pelaku yang turut mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, tidak semuanya menikmati dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Salah satu indikator yang dijadikan ukuran nya
yaitu NTP. Indikator ini digunakan untuk menggambarkan daya tukar dari harga
produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang dikonsumsi
petani. Indikator ini juga sering dijadikan sebagai salah satu indikasi level
kesejahteraan petani. Bila nilai indeksnya diatas 100 maka usaha taninya
dianggap bisa menguntungkan bagi petani, namun bila di bawah 100 menunjukkan
usaha komoditas tersebut belum memberikan tambahan penghasilan untuk bisa
menutup konsumsi petani. Terlepas dari perdebatan indikator ini layak digunakan
sebagai indikator kesejahteraan petani atau tidak, RPJMN 2020-2024 sudah memuat
target NTP pada tahun 2024 dengan target NTP menjadi 105. Hal ini menunjukkan target
yang optimis, mengingat tidak semua subsektor dalam kondisi nilai
yang baik.
Secara rata-rata umum sektor pertanian NTPnya sudah bernilai 103,
namun bila kita lihat subsektor pertanian sempit, hanya hortikultura dan
perkebunan yang memiliki nilai diatas 100 yaitu masing-masing 104 dan 117 di
bulan April 2021. Sedangkan tanaman pangan dan peternakan bernilai 96 dan 99.
Tentu saja, kita tidak bisa langsung menyimpulkan bahwa petani yang usahanya di
sektor tanaman pangan dan peternakan kurang sejahtera, karena NTP hanyalah rasio
harga, sedangkan berbicara kesejahteraan menyangkut pendapat riil dan daya beli
petani. Setidaknya, dengan NTP bisa menjadi early warning system bagi kita semua
bahwa pendapatan dari laba usaha pertanian mengalami kenaikan atau penurunan.
Untuk menaikkan NTP petani maka tidak bisa hanya dilihat dari sektor produksi
namun juga dari sektor demand atau konsumsi. Di sektor produksi, intervensi dan
kebijakan pemerintah serta kolaborasi dengan swasta dan petani sudah cukup bagus
dengan ditandai jaminan peningkatan pelayanan untuk peningkatan produksi bagi
petani.
Untuk menaikkan NTP harus ditempuh kebijakan kolaborasi antar
kelembagaan negara, bukan hanya Kementerian Pertanian namun juga terkait dengan
pihak-pihak penjamin distribusi dan penjaga inflasi. Kenaikan harga di tingkat
konsumsi barang/jasa yang dibeli petani akan otomatis menurunkan NTP pertanian.
Untuk itu, stabilitas harga konsumsi barang/jasa sangat diperlukan dalam menjaga
nilai NTP terus naik. Selain itu, hal-hal yang mempengaruhi inflasi barang/jasa
termasuk kondisi politik sangat berpengaruh. Berdasarkan data BPS tahun 2020,
kontribusi kenaikan harga dalam menambah jumlah kemiskinan di dominasi kelompok
makanan terutama beras dan rokok, sedangkan pada kelompok bukan makanan
tertinggi dari kontribusi perumahan. Peran semua pihak dalam menaikkan
kesejahteraan atau menurunkan tingkat kemiskinan termasuk di keluarga petani
sangat terkait erat, karena 57,3% penduduk miskin berada di pedesaan. Dan,
sebagian besar penduduk di pedesaan berprofesi sebagai petani. Artinya, bila
kita ingin mengentaskan kemiskinan maka haruslah memperhatikan profesi petani
tersebut.
Karakteristik kemiskinan di Indonesia yaitu mayoritas kepala rumah
tangga berpendidikan rendah, termasuk petani yang 28,79% tidak sekolah/tamat SD,
38,47% berpendidikan SD dan 16,8% berpendidikan SMP. Selain itu, kebanyakan
rumah tangga miskin minim aliran listrik, sarana sanitasi dan air bersih tidak
memadai. Bila dilihat dari jumlah jam kerja, para petani miskin ini juga
memiliki jam kerja rendah. Berdasarkan data Sutas 2018, jumlah rumah tangga
petani dengan kepemilikan lahan kurang dari setengah hektar sebesar 15,8% juta
rumah tangga atau 59% dari total rumah tangga petani pengguna lahan. Skala usaha
yang terlalu kecil inilah yang juga sangat berpengaruh dari rendahnya nilai
tukar petani karena hanya mengandalkan dari lahan yang sempit.
Menaikkan NTP
sekaligus kesejahteraan petani tidak bisa hanya dilakukan dari satu sisi
produksi namun juga kebutuhan konsumsi petani yang tercukupi. Selama ini, dengan
intervensi kebijakan di bidang subsidi input produksi dan peningkatan
produktivitas komoditas menunjukkan hasil cukup signifikan, meskipun alih fungsi
lahan cukup tinggi namun produktivitas tetap bisa meningkat. Sudah saatnya, ada
perhatian lebih dari sisi sektor lainnya yaitu agraria dengan reforma agraria
nya, sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, layanan air dan keamanan. Bila
hak-hak kebutuhan hidup terpenuhi secara baik bagi petani miskin, niscaya
menaikkan NTP akan lebih mudah.
Di sisi lain, petani juga membutuhkan ada
kesempatan terbuka untuk memperluas usahanya dengan penambahan lahan pertanian.
Program kepemilikan tanah untuk pertanian terutama dari lahan-lahan tidur atau
tak termanfaatkan menjadi solusi tercepat dalam menaikkan nilai usaha petani.
Petani dengan karakteristik pendidikan rendah dan hanya mengandalkan pengalaman
akan sangat terbantu dengan pemberian lahan garapan secara cuma-cuma. Disinilah
peran kolaborasi pembangunan sangat dibutuhkan, di sektor produksi Kementerian
Pertanian bersama stakeholder lainnya menjamin kebutuhan produksi pertanian
tercukupi. Kementerian lainnya menjaga stabilitas harga dan daya beli serta
pelayanan mendasar untuk hidup.
Dengan kondisi sekarang ini, tanpa pengurangan kemiskinan seolah naiknya NTP tidak berpengaruh secara
konsisten terhadap kemiskinan moneter (pendapatan) atau Indeks Pembangunan
Manusia di Pedesaan. Tentu saja, apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh
pemerintah dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas perlu terus
dilakukan. Sellain itu, perlu ada perhatian lebih di sektor distribusi dan
konsumsi agar daya beli petani naik dan bisa menjadi sejahtera. Kolaborasi
merupaka kata kunci yang perlu segera dilakukan oleh jajaran pemerintah baik
pusat maupun daerah agar jaminan kepastian usaha sektor pertanian semakin
stabil.