Kekhawatiran krisis pangan semakin besar di Tahun 2023 dikarenakan tiga hal, yaitu pandemik yang masih berlangsung, perubahan iklim dan perang. Krisis pangan bisa diartikan sebagai kondisi kelangkaan pangan di suatu wilayah disebabkan kesulitan distribusi, dampak perubahan iklim, bencana alam, dan konflik sosial termasuk perang.
Pandemik covid19 membuat pola hidup baru dengan berkurangnya pergerakan manusia dan beralih kepada teknologi informasi dan komunikasi. Pola interaksi manusia berubah dengan lebih sering bertemu secara online, karenanya aktivitas manusia dalam industri yang banyak meruska lingkungan pun sedikit berkurang, dan lahan pertanian berproduksi lebih tinggi.
Dampak perubahan iklim pun sudah terjadi sejak maraknya industrialisasi dengan banyak merusak lingkungan seperti hutan, laut, tanah, sungai, tambang, dan lainnya. Untuk memulihkan kerusakan lingkungan tersebut membutuhkan ratusan bahkan ribuan tahun. Aksi yang dipilih oleh kalangan industri atau negara industri dengan tetap mempertahankan kecepatan produksinya, namun mulai beradaptasi dengan dampak kerusakan dan memulai aksi mitigasinya. Salah satu kegiatan pertanian atau peternakan yang menyumbang gas metan adalah produksi peternakan yang banyak menghasilkan kotoran ternak. Ada tuntutan untuk mengerem laju produksi peternakan dan sebagai substitusi daging ternak telah berhasil dibuat daging buatan dari laboratorium dengan rasa tak kalah dengan aslinya. Singapura menjadi salah satu tempat industri yang siap memasarkan produk tersebut secara masif.
Krisis pangan akibat perang jelas sekali terasa sejak Rusia menyerang Ukraina. Rantai pasok pangan terganggu karena Rusia dan Ukraina merupakan pengekspor besar dunia di komoditas ganduma, jagung dan minyak goreng dari bunga matahari. Krisis pangan sedang dan telah terjadi di sebagian belahan bumi tiap tahun disebbabkan beberap kondisi tersebut.
Berdasarkan laporan FAO, pada tahun 2021 terjadi kelaparan hingga 828 juta orang. Setelah relatif tidak berubah tiap tahunnya sejak 2015, proporsi orang yang terkena dampak kelaparan melonjak pada tahun 2020 dan 2021 menjadi 9,8% dari populasi dunia. Selain itu, pada tahun 2021 juga terjadi kerawanan pangan sedang atau parah sekitar 2,3 miliar orang atau 29,3% populasi dunia. Hampir 3,1 miliar orang tidak mampu membeli makanan sehat akibat efek inflasi di tahun 2020. Diperkirakan 45 juta balita menderita wasting (berat badan dibawah rata-rata) dan 149 juta balita mengalami stunting (pertumbuhan terhambat/kerdil) karena kekurangan nutrisi penting dalam makanannya. Sementara itu, ada 39 juta orang kelebihan berat badan.
Ketika banyak orang tidak mampu mengakses makanan sehingga membuat kelaparan dan rawan pangan. Disisi lain, loss dan waste makanan mengalami peningkatan. Sepertiga produksi pangan dunia untuk konsumsi manusia terbuang rata-rata 1,3 miliar ton. Bila diuangkan 680 miliar dollar dari negara industri dan 310 miliar dollar dari negara berkembang.
Melihat sistem pangan dunia yang sedanga mengalami tekanan akibat pandemik, perubahan iklim dan dampak perang maka banyak negara yang menerapkan pemnatasan ekspor untuk melindungi dan menguatkan ketahanan pangan dalam negerinya. Sektor pertanian terkena dampaknya akibat pelarangan ekspor bahan baku pupuk dari Rusia dan Belarusia. China juga melakukan pembatasan ekspor bahan pupuk ke luar negeri, sehingga Indonesia sebagai importir bahan pupuk akan terkena dampak kenaikan hatga pupup yang otomatis akan meniakkan biaya produksi pertanian, dan ujung-ujungnya harga pangan mengalami inflasi.
Krisis pangan sebenarnya sudah terjadi setiap tahun di daerah-daerah miskin disebagian belahan bumi, dan diprediksi akan semakin parah di tahun 2023 karena terhambatnya suplai dari negara yang sedang perang dan negara-negara industri akan mengamankan negaranya dengan penimbunan dan meraup keuntungan ke negara lain yang populasinya tinggi. Indikasi kelangkaan pangan hingga krisis biasanya terjadi inflasi yang cukup tinggi dan cepat.
Daftar Bacaan:
Food nationalism: Export curbs hit nearly a fifth of global market - Nikkei Asia
Rising food and energy prices threaten Indonesia's political stability - Nikkei Asia
Harvests fall in Asia and Africa as fertilizer prices soar on Ukraine war - Nikkei Asia
Krisis Pangan dan Tantangan Masa Depan - Greenpeace Indonesia
UN Report: Global hunger numbers rose to as many as 828 million in 2021 (fao.org)