Pandemi Covid19 juga belum usai, dunia kini dihadapkan pada potensi krisis baru bila perang Rusia-Ukraina terjadi. Konstelasi politik dunia mulai memanas akibat konflik Rusia-Ukraina yang menyeret pula kekuatan negara besar lainnya terlibat. USA pun tidak tinggal diam terhadap politik luar negeri Rusia yang menginginkan wilayah Ukraina. USA bersama NATO mulai menggalang kekuatan untuk "menghalau" Rusia dari usahanya mencaplok Ukraina. Disisi lain, Rusia pun sudah mengambil posisi yang jelas bersama RRC untuk mengimbangi kekuatan USA dan sekutunya. Terlepas, apakah nantinya akan ada perang fisik di Ukraina, maka kita bisa lihat posisi strategis dari dua negara tersebut dalam pangan dunia.
Assian.nikkei.com melansir bahwa Rusia dan Ukaraina merupakan produsen gandum pengekspor besar di dunia. Rusia menjadi negara yang berkontribusi 10% produksi gandum atau 20% pengekpor dunia. Sementara Ukraina pengekspor lima besar dunia. Selain itu Ukraina menguasai pasar jagung hingga 10% serta mengendalikan sebagian besar minyak dari bunga matahari.
Pengaruh konflik Rusia-Ukraina ini langsung terasa kepada negara yang bergantung pasokan gandum dan jagungnya dari Rusia dan Ukraina. Diketahui, Timur Tengah dan Afrika Utara sangat tergantung pasokan gandum dari dua negara tersebut. Bahkan, Mesir membeli gandum dari Rusia hingga 60% dan 30% dari Ukraina.
RRC yang juga dekat dengan Rusia secara politik, bisa terkena dampak dari konflik tersebut. Impor jagung RRC dari Ukraina mencapai 30% ekspor Ukraina sendiri. Peternakan babi di RRC akan langsung merasakan imbas dari konflik ini bila pasokan jagung mulai berkurang.
Konflik ini akan mempengaruhi ketahanan pangan dunia, khususnya pasar gandum dunia akan terganggu. Persediaan gandum dunia akan menyusut bahkan diprediksi ke level terendah, seiring penurunan luas tanam gandum yang berkurang di USA dan Kanda akibat musim kering.
|
sumber: al jazeera |
Pasar jagung dunia juga akan terpengaruh, bila RRC tidak mendapat pasokan dari Ukraina maka akan mencari produsen lainnya. Kemungkinan, Brasil sebagai pengekspor jagung tertinggi kedua mengalami penurunan produksi akibat musim kering yang terjadi. RRC akan melakukan peningkatan pengadaan jagung dari pengeskpor terbesar dunia yaitu USA.
Dari dua komoditas strategis dunia tersebut, bisa dimungkinkan akan terjadi lonjakan harga pangan roti. Di Timur Tengah pernah terjadi kerusuhan yang dipicu dengan naiknya harga roti. Kerusuhan tersebut memunculkan gerakan Arab Spring hingga menumbangkan pemerintahan otoriter saat itu.
Negara-negara berkembang seperti Indonesia yang juga pengimpor besar gandum dan jagung sebagai bahan baku roti dan pakan ternak, tentu saja juga terkena imbasnya. Keuangan rumah tangga akan semakin terpukul atau terbebani. Industri sektor pangan dan pertanian/peternakan akan terkena imbasnya bila selama ini tergantung kepada gandum dan jagung impor.
Di sisi lain, dilema negara berkembang, keinginan mengambil peluang naiknya harga pangan dunia, untuk meningkatkan ekspornya seperti jagung sehingga bisa mengambil ceruk pasar yang ditinggalkan produsen besar dunia. Di dalam negerinya sendiri mengalami ketidakpastian pasokan dan berimabas kepada inflasi pangan yang cukup memprihatinkan karena bisa melahirkan orang/keluarga miskin baru.
Pandemi dan Perang akan menjadi ujian berat bagi ketahanan pangan suatu bangsa. Belajar dari era pandemi, semua bangsa terpukul secara ekonomi kecuali industri besar yang bisa memanfaatkan momen untuk memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan untuk hajat hidup orang banyak. Bila dengan adanya pandemi bisa menguntungkan industri kesehatan, apakah dengan adanya konflik perang akan menguntungkan industri persenjataan?.