PoU merupakan salah satu indikator SDG (Sustainable Development Goals) dengan target Tanpa Kelaparan. Pada tahun 2030 diharapkan di dunia sudah tidak ada kelaparan, setiap penduduk miskin mampu mengakses pangan sepanjang tahun. Uniknya, produksi pangan sesungguhnya melimpah, melebihi atau mencukupi untuk kebutuhan setiap orang di dunia ini. Namun, masih terdapat 690 juta orang terkategori undernourishment.
Dalam situsnya, FAO menyebutkan bahwa The prevalence of undernourishment (PoU) is an estimate of the proportion of the population whose habitual food consumption is insufficient to provide the dietary energy levels that are required to maintain a normal active and healthy life. It is expressed as a percentage. This indicator will measure progress towards SDG Target 2.1. Dengan kata lain, Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan merupakan estimasi proporsi dari suatu populasi tertentu, dimana konsumsi energi biasanya sehari-hari dari makanan tidak cukup untuk memenuhi tingkat energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dan sehat, yang dinyatakan dalam bentuk persentase.
Sebagaimana jargon SDG dengan "No Left Behind" maka setiap negara harus ikut berperan aktif dalam mengambil indikator SDGs sebagai kinerja setiap negara agar Goal setiap SDGs tercapai, termasuk PoU ini. BPS telah mendefiniskan, menghitung dan mengambil datanya sebagai bentuk pertanggungjawaban Indonesia kepada dunia terkait indikator ini, apakah setiap tahun terjadi penurunan atau sebaliknya.
BPS lebih lanjut mendefinisikan ketidakcukupan konsumsi pangan sebagai suatu kondisi dimana seseorang, secara reguler, mengkonsumsi sejumlah makanan yang tidak cukup untuk menyediakan energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif dans sehat. Undernourishment berbeda dengan malnutrition dan undernutrition, dimana malnutrition dan undernutrition adalah status gizi seseorang. Undernourishment digunakan sebagai indikator estimasi pada level populasi atau kelompok individu, bukan pada level individu sendiri, sehingga indikator ini tidak tepat digunakan untuk mengidentifikasi individu mana dari populasi tersebut yang mengalamai ketidakcukupan konsumsi pangan.
PoU dinyatakan dalam persentase MDER (Minimum Dietery Energy Requirement). Proporsi populasi yang mengalami ketidakcukupan konsumsi pangan di bawah kebutuhan minimum energi MDER yang diukur dengan kkal. Kebutuhan minimum energi merupakan fungsi kepadatan probabilitas tingkat konsumsi kalori umumnya sehari-hari untuk rata-rata per kapita individu dalam suatu populasi tertentu. Indikator PoU ini dimanfaatkan untuk memonitor tren atau perubahan pola ketidakcukupan konsumsi energi dari makanan, dalam suatu populasi, secara berkala dari waktu ke waktu. Indikator ini dapat menggambarkan perubahan dalam ketersediaan makanan dan kemampuan rumah tangga untuk mengakses makanan, pada tingkat sosial ekonomi yang berbeda, serta pada tingkat nasional dan provinsi/kabupaten. Indikator ini digunakan untuk mengukur target menghilangkan kelaparan secara global karena dianggap memungkinkan untuk mengestimasi kondisi kekurangan pangan yang parah dalam jumlah populasi yang besar. Sumber dan cara pengumpulan data untuk PoU ini diantaranya:
1. BPS dengan Survei Ekonomi Nasional (Susenas), terdapat data konsumsi pangan dan pengeluarqan rumah tangga serta data neraca bahan makanan.
2. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Terkait dengan data Neraca Bahan Makanan (Food Balance Sheet)
3. Kementerian Kesehatan. Data tinggi badan menurut umur dan jenis kelamin, hasil dari Riset Kesehatan Dasar. SKMI/SDT untuk data asupan energi individu, hasil dari Litbang Kesehatan.
4. FAO/WHO. Data referensi standard nasional tentang index mas tubuh dan weight gain.
RPJMN 2020-2024
Pada RPJMN 2020-2024 di Prioritas Nasinoal pertama yaitu Penguatan Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas terdapat indikator PoU yang dijadikan indikator program prioritas:Peningkatan Ketersediaan, Akses dan Konsumsi Pangan. Posisi PoU Indonesia di tahun 2019 sebesar 6,7%. Nilai PoU ditargetkan sebesar 6,2% (tahun 2020) dan 5,0% (tahun 2024). Kementerian/Lembaga negara yang dianggap terlibat dalam capaian PoU ini adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Kesehatan.
Untuk menurunkan PoU ini maka perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil analisis Eri Mardison, seorang stastisi Madya BPS, bahwa persentase pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang sangat besar terhdap kecukupan gizi masayarakat, studi kasus di sumatera Barat pada tahun 2018. Sementara itu, persentase kemiskinan kurang berpengaruh.
Jadi, untuk menangani masalah PoU ini adalah dengan memacu pertumbuhan ekonomi yang akan dengan sendirinya mengurangi PoU. Inilah upaya terbaik dalam mengatasi masalah PoU. Namun, karena pertumbunan ekonomi membutuhkan upaya menyeluruh, maka dalam hal tertentu bila terjadi masalah akut maka pemerintah harus segera memberikan bantuan langsung terhadap orang yang terpapar PoU.
Hasil dari analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan di Sumatera Barat Menggunakan GeoDa bisa diunduh disini. Analisa tersebut sudah dipublikasikan dalam Jurnal Riset Gizi, tanggal 31 Mei 2020.
Dari hasil analisa tersebut, PoU akan naik atau turun seiring kondisi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, tidak cukup hanya Kementan, KKP dan Kemenkes yang terlibat bertanggungjawab dalam capaian indikator tersebut. Seharusnya, Kemenko perekonomian bisa berranggungjawab mengkoordinir semua K/L agar menaikkan pertumbuhan ekonomi. Kemendagri bisa juga mengambil indikator tersebut dan mendelegasikan ke setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemensos mentargetkan bantuan langsung kepada yang terpapar PoU.
Sebagaimana jargon SDGs, maka PoU pun akan tercapai jika semua terlibat, No Left Behind.